Produk yang berkelanjutan
Hasil panen madu biasanya cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sendiri sekaligus dijual ke luar daerah. Setiap tahunnya, sekitar 30 ton madu liar diproduksi dan dipanen dari Gunung Mutis, menyumbang sekitar 25 persen dari total produksi madu di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Penjualan madu memberikan penghasilan tambahan bagi seluruh komunitas. Karena tidak melibatkan penebangan pohon, kegiatan panen ini berdampak rendah terhadap kawasan lindung Cagar Alam Gunung Mutis. Keberlanjutan produksi madu yang bergantung pada kesehatan ekosistem menjadi dorongan tambahan bagi masyarakat untuk menjaga dan melestarikannya demi generasi mendatang.


Sepanjang tahun, masyarakat sekitar biasanya mengumpulkan madu dari bunga pohon Eucalyptus urophylla, yang mereka sebut pohon ampupu. Namun, madu dari pohon Eucalyptus alba hanya dipanen oleh komunitas Olin-Fobia. Tradisi ini sangat dihormati oleh warga lain di daerah Mutis-Timau. Dengan menjaga kesepakatan ini, komunitas tidak hanya mengikuti aturan, tapi juga menjaga janji kepada alam dan sesama, menunjukkan bagaimana tradisi lama bisa membantu perlindungan hutan.
Lebah sebagai jembatan: Dari pohon ke meja makan
Penyerbuk membantu memupuk lebih dari 75% tanaman pangan dunia. Namun, populasinya terus menurun akibat penggunaan pestisida, pertanian monokultur, deforestasi, dan perubahan iklim. Kehilangan ini bukan hanya berdampak ekologis, tetapi juga berdampak pada ekonomi dan gizi.
Dengan mengintegrasikan pohon dan tanaman, agroforestri menciptakan ruang bagi penyerbuk untuk berkembang. Di Burkina Faso, para petani belajar mengelola lebah tanpa sengat dan lebah madu, memilih spesies bunga asli, serta memasang sarang lebah di lahan kayu dan kebun rumah. Hasilnya adalah lanskap yang lebih produktif dan cepat pulih.



Integrasi pemeliharaan lebah ke dalam sistem agroforestri memberikan manfaat luas. Di banyak komunitas, produksi madu membuka sumber pendapatan baru, meningkatkan stabilitas keuangan keluarga, dan menciptakan peluang pemberdayaan ekonomi. Secara lingkungan, keberadaan lebah mendukung pertumbuhan tanaman berbunga dan pohon, memainkan peran penting dalam upaya reboisasi lokal. Keterlibatan komunitas juga semakin dalam, berkat program pelatihan yang mendorong pertukaran pengetahuan dan memperkuat ikatan sosial.
Dampak dari bentang alam yang ramah bagi penyerbuk sangat terasa: petani mendapat hasil panen 15–30% lebih banyak di daerah yang banyak lebahnya. Pendapatan keluarga juga bisa naik sampai 50% berkat sistem pertanian yang lebih beragam. Saat petani menanam lebih banyak tanaman berbunga dan pohon serbaguna, tutupan pohon pun bertambah—membantu menjaga lingkungan dan memperkuat ekonomi.
Di beragam belahan dunia, dari hutan di Timor Barat hingga lahan pertanian di Afrika Barat, lebah menjaga keseimbangan ekosistem. Mereka menyerbuki tanaman pangan yang kita makan, pohon yang kita andalkan, serta tumbuhan yang menjaga kesuburan tanah dan keseimbangan iklim. Namun sayangnya, mereka semakin menghilang
Komunitas seperti Olin-Fobia mengingatkan kita bahwa keadaan ini tak bisa terus berlanjut. Tradisi mereka menunjukkan bahwa hidup selaras dengan alam itu memungkinkan—merawat tanah sekaligus memanfaatkannya untuk kehidupan. Saat lebah dilindungi, hutan pun berkembang. Dan saat hutan subur, kita juga akan merasakan manfaatnya
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org