
Mulai dari makanan berbahan dasar tanaman lokal yang sebelumnya kurang dimanfaatkan, tas tangan dari rumput liar, hingga alat sederhana seperti tali untuk mencegah kebakaran hutan, beragam inovasi yang lahir dari komunitas kini mengubah cara memulihkan lahan di wilayah kering Afrika.
Semua ini merupakan bagian dari proyek terbaru yang didukung oleh Knowledge for Great Green Wall Action (K4GGWA) Innovation Facility, yang menjadi sorotan dalam peringatan Hari Penggurunan dan Kekeringan. Momentum ini juga menandai dibukanya kesempatan baru bagi siapa saja yang ingin mengajukan proposal pendanaan untuk mendukung inovasi serupa.
Sepuluh inovator terpilih yang berhasil lolos dari lebih dari 600 pelamar, saat ini tenga menjalankan proyek percontohan untuk memulihkan lahan rusak dan membantu meningkatkan penghidupan masyarakat lokal di kawasan Sahel.
Ide-ide mereka beragam dan kreatif, mulai dari mengubah tanaman pengganggu menjadi kompos hingga menciptakan alat pencegah kebakaran khusus untuk para penggembala.
Semua solusi ini lahir dari pengalaman hidup di wilayah kering dan bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian alam.
“Inovasi benar-benar membantu mengubah produk lokal menjadi sesuatu yang bernilai,” ujar Christian Rasmussen dari Delegasi Uni Eropa di Niger, saat memberikan sambutan di Niamey dalam acara penghargaan bagi para penerima Innovation Facility dari Niger.
Acara ini merupakan bagian dari pertemuan hybrid yang digelar pada 17 Juni 2025 untuk memperingati Hari Dunia untuk Mengatasi Penggurunan dan Kekeringan. Selain merayakan para inovator, momen ini juga menegaskan kuatnya kerja sama antara Niger dan Uni Eropa yang sudah terjalin sejak lama.

Delegasi Uni Eropa dari Republik Niger berpartisipasi dalam webinar hibrida sebagai bagian dari intervensi dalam acara resmi penganugerahan Fasilitas Inovasi K4GGWA mereka. Foto oleh CIFOR-ICRAF.
Di hari yang sama, di Nouakchott, Mauritania, Delegasi Uni Eropa juga menggelar acara serupa untuk memberikan penghargaan kepada para inovator dari program K4GGWA. Salah satunya adalah perusahaan lokal yang sukses mengubah masalah lingkungan menjadi peluang bisnis. “Kami fokus mengolah typha, tanaman invasif yang jadi masalah ekologi, menjadi kompos dan biochar,” ujar Djeinaba Camara, salah satu pendiri Typhinity. “Lewat proyek ini, kami mengubah tantangan besar menjadi peluang ekonomi.”
Sejak diluncurkan pada 2023, K4GGWA terus mendorong berbagi pengetahuan dan uji coba berbagai solusi dalam mendukung Great Green Wall—sebuah visi besar di seluruh Afrika untuk menghentikan degradasi lahan dan menghijaukan kembali wilayah Sahel.
Lewat inisiatif ini, individu maupun pelaku usaha kecil bisa mendapatkan hibah hingga USD 10.000 untuk mengembangkan ide-ide restorasi lahan yang bisa diperluas dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat pedesaan.
Salah satu contohnya adalah Zamany Accessories, perusahaan sosial yang membuat tas tangan dan tote bag dari tanaman liar. “Sekarang kami ingin melibatkan lebih banyak perempuan dan meningkatkan produksi,” ujar Direktur Mariama Daouda Illiassou. Ia berharap usahanya bisa terus berkembang dan membuka lebih banyak peluang penghasilan tambahan bagi perempuan di pedesaan.

Inisiatif yang dipimpin perempuan di Senegal. Foto oleh Regreening Africa / CIFOR-ICRAF.
Proyek yang didukung oleh Innovation Facility ini berjalan di 11 negara yang berada di bawah koordinasi Pan-African Agency of the Great Green Wall (PAGGW), yaitu: Burkina Faso, Chad, Djibouti, Eritrea, Etiopia, Mali, Mauritania, Niger, Nigeria, Senegal, dan Sudan.
Selain itu, ada juga 7 negara lain yang menjalankan proyek serupa dengan dukungan dari Uni Eropa, yakni: Benin, Kamerun, Tanjung Verde, Ghana, Sudan Selatan, Somalia, dan Gambia.
Apa yang awalnya dimulai sebagai rencana besar untuk menanam sabuk hijau sepanjang 8.000 kilometer dari Senegal hingga Djibouti, kini telah berkembang menjadi gerakan luas untuk memulihkan lahan dengan berbagai cara mulai dari menghijaukan kembali hutan, memperbaiki lahan pertanian, hingga memulihkan padang rumput. Semua ini dilakukan demi menjaga ekosistem dan mendukung mata pencaharian warga.
Lebih dari 135 juta orang di wilayah ini sangat bergantung pada lahan, terutama untuk pertanian subsisten. Karena itu, upaya pemulihan ini menjadi semakin penting dan mendesak.
Salah satu penerima penghargaan lainnya, Sahara Sahel Foods, memanfaatkan tanaman pangan lokal yang terlupakan seperti hanza—buah beri pahit dengan kandungan gizi tinggi. Dulu, hanza dikenal sebagai makanan darurat saat masa kelaparan. Kini, tanaman ini diolah menjadi produk yang lebih enak dan menarik, sekaligus membantu ketahanan pangan dan pelestarian spesies asli.
“Keahlian kami adalah mengelola tanaman asli yang sering diabaikan karena berduri, tampak kering, atau kurang menarik secara visual,” ujar Direktur Josef Garvi.
Abakar Mahamat Zougoulou, Direktur bidang Teknis dan Ilmiah dari Pan-African Agency of the Great Green Wall (PAGGW), turut menekankan pentingnya inovasi yang bersifat lokal dan berteknologi sederhana. “Semangat dari inisiatif Great Green Wall adalah partisipasi aktif dan sukarela dari masyarakat akar rumput kita,” ujarnya dalam sebuah sambutan video.
Salah satu inovasi berbiaya rendah datang dari Adamou Youssoufou Malam Issa, seorang petugas kehutanan asal Niger yang mengembangkan “rayon éleveur”—lingkaran tali yang membersihkan area di sekitar api untuk mencegah penyebaran kebakaran hutan. “Dana ini akan sepenuhnya digunakan untuk memerangi kebakaran hutan,” kata Issa saat menerima penghargaannya.
Semangat dari inisiatif Great Green Wall adalah partisipasi aktif dan sukarela dari masyarakat akar rumput.
Meskipun terlihat sederhana, alat ini menunjukkan satu hal penting: inovasi nggak harus rumit untuk membawa perubahan. Tapi agar ide-ide seperti ini bisa bertahan dan berdampak jangka panjang, dibutuhkan lebih dari sekadar dana yaitu dukungan dan kemauan politik.
Kolonel Ibrahim Abdou, Direktur Jenderal Badan Great Green Wall di Niger, menegaskan pentingnya perhatian serius dari pembuat kebijakan terhadap solusi-solusi dari tingkat tapak.
“Kalau kita buat sebuah inisiatif, tapi tidak masuk ke dalam dokumen kebijakan dan tidak ada kemauan untuk mendukungnya maka semuanya akan sia-sia,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya berbagi pengetahuan dan peran kepemimpinan lokal untuk menjaga agar upaya restorasi bisa terus berjalan.
Pesan kuat ini terasa di seluruh rangkaian acara K4GGWA: masyarakat tidak tinggal diam. Di berbagai penjuru Sahel, orang-orang mulai menanam pohon, membangkitkan kembali tanaman pangan lokal yang hampir terlupakan, membangun usaha, dan menjaga tanah yang jadi sumber hidup mereka.
Meskipun skalanya kecil, jika semua upaya ini dikumpulkan, mereka menjadi kekuatan besar dalam menghadapi perubahan iklim.
“Kita butuh aksi, kita butuh hasil nyata, kita butuh implementasi… dan selamat Hari Internasional untuk Mengatasi Penggurunan,” ujar Moctar Sacande, co-lead K4GGWA dari FAO. Ia mengajak para inovator dan mitra untuk terus memperkuat komitmen demi memulihkan dan menghijaukan lahan secara berkelanjutan. “Saya rasa, kita sedang memenangkan perang ini.”
Mieke Bourne dari CIFOR-ICRAF, yang juga co-lead inisiatif ini, sepakat bahwa semangat itu nyata. “Program seperti K4GGWA hadir untuk mendukung apa yang sudah dilakukan masyarakat di lapangan,” ujarnya. “Dan seperti yang bisa kita lihat, dampaknya memang nyata.”
Acknowledgments
Inisiatif Knowledge for Great Green Wall Action (K4GGWA) merupakan upaya bersama antara CIFOR-ICRAF dan FAO, dengan dukungan dari Uni Eropa. Fasilitas Inovasi K4GGWA beroperasi di 18 negara untuk mempromosikan pengelolaan lahan berkelanjutan, mendukung solusi yang dipimpin oleh masyarakat, dan memperkuat pertukaran pengetahuan untuk restorasi di kawasan Sahel dan Tanduk Afrika.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org