Pada suatu pagi musim semi yang cerah di Cambridge Cottage, Royal Botanic Gardens Kew, London, para ahli botani, pakar kecerdasan buatan, serta para pemimpin restorasi dan konservasi berkumpul untuk merayakan peluncuran World Wide Wood—sebuah bentuk penghormatan digital kolaboratif bagi pepohonan di seluruh dunia.
Didukung oleh Google Arts & Culture dan melibatkan 118 mitra global dari 32 negara—termasuk Center for International Forestry Research dan World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) melalui inisiatif Forests, Trees and Agroforestry (FTA)— inisiatif ini menjadi tonggak penting dalam mengisahkan kembali hubungan manusia dan alam secara digital dan lintas batas negara.
Laboratorium Hidup Kew
Alexandre Antonelli, Direktur Sains Kew, membuka acara peluncuran dengan penuh semangat. Ia menyampaikan apresiasi kepada semua mitra yang telah membuat proyek ini terwujud, menyebut Google sebagai penggerak utama, dan menyoroti peran vital para ilmuwan dari berbagai institusi. Antonelli juga menegaskan bahwa pendekatan ilmiah dalam proyek ini sejalan dengan nilai-nilai penelitian yang telah lama diterapkan di Kew Gardens.
Selanjutnya, Dr. Elinor Breman dari Millennium Seed Bank berbagi pandangan inspiratif. Sebagai paleoekolog dan manajer kemitraan, ia mengingatkan bahwa koleksi botani bukanlah benda mati yang hanya disimpan, melainkan aset hidup yang penting dalam membangun ketahanan terhadap krisis iklim.
Breman memaparkan data yang mencerminkan skala luar biasa dari konservasi yang dilakukan Kew: lebih dari 11.000 pohon yang mewakili sekitar 1.200 spesies hidup di kawasan Kew, sementara Wakehurst—unit kebun botani Kew di Sussex—menyimpan benih dari 40.000 spesies tumbuhan liar dalam fasilitas Millennium Seed Bank.”
Ia juga memaparkan penerapan model iklim serta penggunaan data dari stasiun cuaca milik Kew sebagai dasar strategi assisted migration, yaitu pendekatan untuk menentukan spesies pohon yang mampu bertahan dalam kondisi iklim masa depan yang lebih panas dan kering.
“Kita tengah memasuki era di mana adaptasi menjadi kunci,” ujarnya, sambil menjelaskan bahwa proses konservasi—mulai dari penyimpanan benih, pembibitan, hingga pemulihan lanskap—seluruhnya berbasis pada ilmu pengetahuan dan prediksi ekologis jangka panjang.
Pandangan Global dari UNEP
“Deforestasi bukan cuma masalah negara tropis.”
Dr. Neville Ash dari United Nations Environment Programme World Conservation Monitoring Centre secara lugas memaparkan kondisi tutupan hutan dunia. “Deforestasi bukan cuma masalah negara tropis,” ujarnya, sambil menyebutkan bahwa negara-negara seperti Jerman dan Swedia juga mengalami kehilangan hutan yang mengejutkan dalam beberapa tahun terakhir. Meski begitu, Ash tetap optimis dengan menyebut bahwa berbagai upaya restorasi hutan terus menunjukkan kemajuan.
Dalam penjelasannya, Ash menekankan bahwa pohon hidup dalam dimensi waktu yang jauh melampaui kehidupan manusia. “Pohon akan terus berdiri bahkan setelah kita tiada,” tuturnya. Ia menggambarkan perjalanan panjang hubungan manusia dan pohon—dimulai dari masa ketika leluhur kita berlindung di antara ranting-rantingnya, hingga kini, saat makna perlindungan dari pohon tetap relevan dalam konteks ekologis maupun spiritual.
Pohon dan kecerdasan buatan bertemu

Dr Ben Gomes, kepala teknolog Google untuk Pembelajaran dan Keberlanjutan
Salah satu bagian paling emosional dari acara ini datang dari Dr. Ben Gomes, Chief Technologist Google untuk Pembelajaran dan Keberlanjutan. Dalam sesi yang hangat dan jujur, Gomes menceritakan pengalaman pribadinya dalam menemukan kembali kedekatan dengan alam.
Sebagai migran dari India ke Amerika Serikat, ia merasa terputus dari bahasa dan budaya yang biasa ia kenal—termasuk dalam mengenali pohon. “Ibu saya hanya tahu nama-nama pohon dari Tanzania dan India. Saya tidak bisa menyebutkan pohon yang tumbuh di sekitar sini,” tuturnya. Ia juga mengaku merasa asing dengan istilah teknis dalam ilmu botani. Namun pandemi COVID-19 menjadi titik balik. Dalam masa sunyi dan terbatasnya ruang gerak, ia mulai memotret tanaman di sekitar rumah dan menggunakan Google Lens untuk mengenalnya lebih jauh. Dari sana, lahirlah kembali rasa kedekatan dengan alam—perlahan, namun penuh makna.
Gomes membangun koneksi personal dengan tumbuhan melalui ingatan—mengaitkan setiap spesies dengan lokasi, iklim, dan narasi masa lalu. “AI memungkinkan saya menjalin percakapan dengan pengetahuan,” katanya. Lewat Gemini, ia terus mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan mendasar, termasuk satu yang tampak sederhana namun bermakna dalam: Apa itu pohon?
“Bagi saya, pohon adalah simbol kehidupan vegetatif—dari bentuk paling awal seperti Cooksonia hingga pohon Redwood yang megah—sebuah bentuk kehidupan yang dengan sabar dan setia terus mengejar cahaya,” ujar Gomes