Panduan baru mewujudkan transparansi dalam pemantauan lahan


Yanonge, Provinsi Tshopo, Republik Demokratik Kongo. Foto oleh Axel Fassio / CIFOR-ICRAF.

Kesimpulannya jelas: untuk mencapai target mitigasi perubahan iklim global dan menjaga fungsi ekosistem Bumi, kita perlu meninjau kembali cara kita memanfaatkan lahan.

Cara manusia menggunakan lahan saat ini memiliki dua sisi: mengandung risiko, tetapi juga menawarkan peluang. Kegiatan seperti pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya menyumbang hampir seperempat dari total emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Namun, di sisi lain, alam juga memiliki peran penting seperti proses-proses alami di daratan mampu menyerap karbon dioksida dalam jumlah yang hampir setara dengan sepertiga emisi yang dihasilkan dari bahan bakar fosil dan aktivitas industri.

Risiko dan peluang ini tercermin dalam komitmen nasional yang dirumuskan di bawah Perjanjian Paris. Sekitar 75% negara penandatangan kini telah memasukkan target berbasis lahan ke dalam Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) masing-masing. Namun, ambisi saja tidaklah cukup. Agar target-target tersebut benar-benar memberikan dampak, kemajuan dan hambatannya harus dipantau secara akurat dan transparan.

Kini, dunia menghasilkan data dalam jumlah yang luar biasa besar—sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Data ini sangat berguna bagi para pemangku kepentingan untuk memahami bagaimana tata guna lahan berubah dan dikelola dari waktu ke waktu, serta dampaknya terhadap emisi dan penyerapan gas rumah kaca. Misalnya, satelit observasi Bumi Sentinel-2 mengumpulkan sekitar 1,5 terabita data setiap hari, mencakup informasi tentang perubahan tutupan lahan, pertumbuhan tanaman, kondisi hutan, pencemaran air, hingga bencana alam.

Namun, banyak negara masih belum memiliki kapasitas untuk memantau dan menafsirkan perubahan tersebut, atau menerjemahkannya menjadi informasi yang transparan dan dapat ditindaklanjuti.

Perbedaan dalam cara setiap negara mendefinisikan, menerapkan, dan melaporkan target tata guna lahan membuat penilaian terhadap kemajuan secara keseluruhan menjadi lebih sulit.

Kondisi ini berisiko melemahkan efektivitas aksi iklim secara keseluruhan di sektor penggunaan lahan.

Untuk menjembatani kesenjangan dan menjawab tantangan ini, sebuah konsorsium yang dipimpin oleh Center for International Forestry Research dan World Agroforestry (CIFOR–ICRAF), dengan pendanaan dari Inisiatif Iklim Internasional (IKI) dari pemerintah Jerman, telah menyusun seperangkat panduan untuk pemantauan yang transparan di sektor tata guna lahan.

Panduan ini bertujuan untuk mendukung negara, komunitas, perusahaan, dan para praktisi dalam merancang serta menerapkan sistem pemantauan yang kuat dan sesuai dengan kebutuhan mereka.

Di dalam panduan ini, terdapat sembilan pasang kriteria utama yang digunakan untuk menilai pendekatan pemantauan yang transparan. Masing-masing pasangan kriteria ini dikaitkan dengan dimensi-dimensi penting bagi para pemangku kepentingan, di mana transparansi memiliki peran krusial. Kriteria tersebut mencakup: transparansi dan kejelasan; akurasi dan ketidakpastian komunikasi ; konsistensi dan kelengkapan; keterbandingan dan interoperabilitas; saling melengkapi dan skala; keterulangan dan kemampuan beradaptasi; akses dan distribusi; partisipasi dan keadilan; serta tanggung jawab dan akuntabilitas. Keseluruhan kriteria ini dirancang untuk memastikan bahwa sistem pemantauan tidak hanya akurat, tetapi juga inklusif, dapat diakses, dan dapat dipercaya oleh semua pihak yang berkepentingan.

Keseluruhan kriteria ini dirancang untuk memastikan bahwa sistem pemantauan tidak hanya akurat, tetapi juga inklusif, dapat diakses, dan dapat dipercaya oleh seluruh pihak yang berkepentingan.

Panduan ini juga menyajikan studi kasus dari empat negara tempat para mitra melaksanakan proyek penelitian tentang pemantauan yang transparan, yaitu: Côte d’Ivoire, Ethiopia, Papua Nugini, dan Peru.

Di masing-masing negara, para pemangku kepentingan mengidentifikasi kebutuhan yang bersifat spesifik. Kebutuhan tersebut mencakup berbagai hal, mulai dari menghitung faktor emisi akibat konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, memetakan penyebab deforestasi dengan menggunakan citra satelit, meningkatkan koordinasi antarpihak dalam pemetaan komoditas kakao, hingga mengintegrasikan pemantauan berbasis komunitas ke dalam kegiatan restorasi hutan dan sistem peringatan dini.

“Studi kasus ini menegaskan bahwa pemantauan yang transparan tidak hanya merupakan tuntutan teknis, melainkan juga motor penggerak bagi aksi iklim yang berarti,” tulis para penulis laporan.
“Melalui upaya mengatasi berbagai tantangan serta memanfaatkan capaian yang telah diraih sebagaimana diuraikan dalam laporan ini, negara-negara dapat merancang sistem pemantauan yang mampu mendorong perubahan secara transformatif.”

“Untuk melangkah ke depan, diperlukan komitmen, kolaborasi, dan inovasi. Tujuan akhirnya adalah terciptanya kebijakan sektor lahan yang lebih efektif, dengan manfaat berupa peningkatan ketahanan dan kontribusi yang berarti dalam mengatasi perubahan iklim.“


Acknowledgements 

The Transparent Monitoring in Practice project is led by the Center for International Forestry Research and World Agroforestry in partnership with the Öko-Institut e.V. (Institute for Applied Ecology), the Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), the International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA), the National Wildlife Federation and Wageningen University and Research. It is funded by Germany’s International Climate Initiative (IKI). 

 

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org



Source link

More From Forest Beat

$7.04 million in grant funds available to reduce wildfire risk |...

$7.04 million in grant funds available to reduce wildfire risk | Colorado State Forest Service | Colorado State University Skip to main content ...
Forestry
0
minutes

Building restoration skills from the ground up: Tree nursery training takes...

Tree nursery in Kenya. Photo by Axel Fassio / CIFOR-ICRAF Knowledge is like a garden: If it is not cultivated, it cannot be...
Forestry
4
minutes

Menggerakkan restorasi lahan lewat pasangan suami istri

Seorang pria menjemur pakaian di Taita Taveta, Kenya—bagian dari pelatihan untuk pasangan yang mendorong tanggung jawab bersama dalam pekerjaan rumah tangga dan restorasi. Foto...
Forestry
5
minutes

10 propostas do Brasil para a agenda de ação da COP30

Foto de Isabela Castilho/COP30 Brasil Amazônia À medida que a COP30 se aproxima, o Brasil se prepara para receber milhares de delegados internacionais...
Forestry
7
minutes
spot_imgspot_img